Hutan Berkisah

Orangutan, Sumber: Mongabay

Singa terkapar  diterjang peluru,
Serigala melolong masuk jebakan
Gigi-gigi besi tajam beringas mencabik batang ulin,
Gundul ranting cendana, rungkat akar gaharu


Kawanan gajah memasuki pemukiman
Kalang kabut oleh ratusan oncor, tombak  dan bunyi kentongan
Seekor kus-kus  garuk kepala, beruk jantan melipat tangan
Sirna semua dahan, hutan  dan makanan


Burung  Hantu terbang melayang,  membangun sarang di pucuk sawit
Berebut tikus dengan Sang kobra, yang menghuni liang dibawahnya
Seekor orangutan menggigil takut dengan luka diperut, menunggu maut
Sementara kawannya harus rela dicukur rambut lalu digagahi manusia  
 





(Thomas.Pras, 27 November 2007)
Read more ...

Pengantar Belajar Ekologi Tanah

Ilustrasi Pengantar Ekologi Tanah.  Sumber: biologipedia.com



Latar Belakang: Mengapa Perlu Belajar Ekologi Tanah ?

Sejak Revolusi Hijau diperkenalkan dan mengarahkan pengertian bahwa untuk memperoleh hasil panen yang tinggi diperlukan benih yang bersertifikat (benih baru yang diklaim unggul), pupuk yang banyak, pestisida, insectisida, fungisida dan herbisida yang mujarab.  Pemahaman ini kemudian membawa praktek bertani masuk ke dalam jeratan ketergantungan yang semakin hari menyeret petani ke dalam jerat kemiskinan, tidak hanya miskin dari segi ekonomi juga miskin dari segi kebudayaan berpengetahuan.

Akibat dari tercerabutnya manusia dari akar budayanya sendiri, dari lingkungannya, maka sebagaimana kita saksikan, atau bahkan rasakan, di banyak hal, terjadi kegamangan.  Gamang itu kemudian menjadikan hidup setengah-setengah: belajar kepalang tanggung, akhirnya paham juga setengah-setengah, dan berujung upaya yang setengah-setengah, , bahkan tak jarang berakhir pada salah-kaprah.  Akibatnya, petani hanya menjadi obyek, dan keberadaannya hanya merupakan bagian dari faktor produksi.  Maka petani dan usahatani-nya kian hari kian mendapatkan tekanan yang semakin kompleks, baik berupa tekanan ekonomi, tekanan dari masyarakat dan lingkungan, hingga sistem yang dijalankan.

Berbagai tekanan tadi  membentuk petani sehingga cenderung :
·           Kagetan dan gumunan (mudah terperangah dan terpengaruh)
·           Niru-niru (suka meniru, meski nggak tau apa maksudnya, apa esensinya)
·           Gelo tibo mburi (Menyesal dikemudian hari)
·           Tergantung ing liyan (tergantung pada pihak lain)
·           Nrimo ing pandom (pasrah secara pasif)

Tiga kondisi yang harus dibayar mahal sebagai akibat penerapan Revolusi Hijau, adalah:
1.        Kerapuhan Alam Pertanian, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya kualitas tanah.  Tanah merupakan faktor utama dalam membentuk kondisi lingkungan pertanian (agro-ekosistem), karena tanah merupakan sumber nutrisi yang mengalir pada semua komponen hidup, dan di dalam tanah terjadi proses perputaran kembali nutrisi tersebut.  Dalam hal ini peranan bahan organik tanah sangat besar sebagai penyedia energi dan nutrisi biota.

2.        Melemahnya Ketahanan Pangan Nasional, ditandai dengan ketergantungan pangan dari import.  Ini artinya kita sedang mengalami kerawanan pangan.  Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memaknai kerawanan pangan: pemenuhan kebutuhan, yakni Ketersediaan Pangan yang cukup secara kuantitatif; Kontinuitas persediaan pangan, tidak hanya saat ini, tetapi pemenuhan secara kuantitas secara terus-menerus; dan Kesehatan Pangan, yakni ketersediaan pangan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.
Melemahnya ketahanan pangan dalam bentuk ketergantungan pada negara lain, pada gilirannya akan mengakibatkan tidak stabilnya situasi sosial dan ekonomi, yang mutlak dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi (Prakosa, 2000). 

3.        Bertani yang Terjajah.  Sikap dan perilaku petani dalam bercocok tanam berubah drastis karena Revolusi Hijau.  Ciri Petani yang semula dekat dan akrab dengan alam sudah tidak tampak, meskipun dibeberapa desa hal ini masih bertahan.  Warisan ‘Ilmu Titen’, kebiasaan membaca tanda-tanda alam dan perubahan yang terjadi pada alam, serta kemampuan memanfaatkan potensi alam, hanya tinggal cerita.  Setidaknya tiga kondisi ini menjadi ukuran pola bertani yang terjajah:
·         Ketergantungan pada pihak luar dalam bertani, sejak dari perencanaan produksi hingga memasarkan hasil.
·         Menjunjung tinggi nilai efektivitas, tanpa mempertimbangkan efek jangka panjang.  Misalnya: produksi tinggi, tapi inputan juga makin tinggi serta tidak proporsional, efeknya tanah jadi rusak, pejal dan tandus.
·         Target utamanya meningkatkan produksi keuntungan sesaat, juga kebanggaan sesaat, yang pada akhirnya harus dibayar mahal dengan ongkos lingkungan dan sosial.

Kondisi petani mempengaruhi pola atau budaya tani yang dijalankannya.  Maka ‘petani bentukan’ Revolusi Hijau tadi, akan cenderung menerapkan budaya tani yang bersifat tidak tentu, untung-untungan, yang penting kerja, nanam wajib-soal panen tergantung nasib.


Pembelajaran Ekologi Tanah merupakan pembelajaran untuk melihat kaitan-kaitan unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain membentuk kehidupan di dalam tanah. Pembelajaran ini merupakan proses membangun semangat dan membongkar kebekuan berfikir petani sehingga dapat memunculkan dan mengelola potensi diri dan alam sekitar dilandasi dengan rasa kemerdekaan dan kepercayaan diri.

Untuk itu, proses pembelajaran Ekologi Tanah oleh Petani dan Kelompok Tani hendaknya berbasis pada praktek, melalui media yang sudah dikenal oleh petani, tidak rumit dan teoritis, namun merangsang kembali pemikiran kritis.


Demikian tulisan mengenai Pengantar Belajar Ekologi Tanah, semoga bermanfaat.
Sampai bertemu dalam tulisan selanjutnya : Ekologi Tanah.

Salam Tani,


Thomas Pras.


Sumber :
1.         Materi Belajar Joglo Tani
2.         Meteri belajar Petani padi sistem SRI Purworejo
3.     Diskusi dengan Petani Organis.
Read more ...

Polemik Revolusi Mental Jokowi dan Romo Benny, Plagiarisme dan Konspirasi

Ilustrasi Polemik Opini "Revolusi Mental".  Sumber: www.beritaempat.com


Polemik 'Revolusi Mental' Jokowi dan Romo Benny,
Dugaan adanya Plagiarisme dan Konspirasi
.


Dunia maya pekan ini dihebohkan dengan adanya dua opini berjudul sama : "Revolusi Mental".  Satu ditulis oleh seorang Rohaniwan Aktivis dan Pemerhati Sosial Romo Benny Susetyo, penulis buku Vox Populi Vox Dei, dimuat di Harian Sindo pada Minggu, 11 Mei 2014, satu lagi ditulis Calon Presiden yang paling banyak menghiasi berita berbagai media massa akhir-akhir ini Jokowi, yang dimuat di Harian Kompas pada Sabtu, 10 Mei 2014. Beberapa media, atau pihak, di dunia maya mengaitkan kesamaan judul dan esensi ini dengan plagiarisme. 

Berikut ini saya sertakan dua (2) tautan yang saya temukan di halaman pertama mesin pencari google  ketika saya mengetikkan kata kunci "Revolusi Mental".   Dua tautan tersebut cukup mewakili, sebab dari tautan itu, kita bisa memperoleh gambaran tentang kehebohan atau polemik terkait kedua Opini di atas, termasuk kaitannya dengan plagiarisme dan bahkan konspirasi.  Ada yang memasang judul bernada kesimpulan, setidaknya kesimpulan awal tentang adanya ‘plagiarisme' dan 'konspirasi' sebagaimana dimuat oleh Voa Islam dalam : Lelucon Jokowi dan Romo Benny, siapa Plagiat 'Revolusi Mental' di Kompas dan Sindo; ada yang sekedar memberitakan kehebohan dan keheranan, sebagaimana dimuat di beritaempat.com : Heboh Dua “Revolusi Mental” Jokowi Dalam Sehari.

Kedua media sama-sama mengutip pendapat dan postingan di social media facebook dari wartawati senior Nanik S Deyang.  Berikut potongan beritanya :
Nanik menegaskan dirinya belum pernah lihat Jokowi menulis di laptop atau komputer.

Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,” bebernya lagi.

Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.

Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi, dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi. Lantas saya berfikir jadi siapa sebenanya yg mempunyai konsep visi -misi “Revolusi Mental” ini?????….Ah aku masih terhenyak di tempat duduk sambil nyakot bakwan Jagung melihat hal-hal yg makin hari makin aneh…..ra popo…ra mikir…,” begitu tulisnya dengan nada canda.



Pandangan saya terhadap berita www.voaislam dan www.beritaempat.com pada tautan di atas.

Plagiarisme secara fakta memang ada.  Di sisi lain, dua tulisan yang berjudul sama terbit di dua koran dalam waktu yang bersamaan, itu suatu yang bisa dianggap ‘tidak wajar’.  Maka ketika kecurigaan adanya plagiarisme, menurut saya itu wajar saja.

Sementara, karena terlanjur dikasih nama Thomas, maka karakter saya juga ikut-ikutan jadi skeptis: ragu-ragu, cenderung  nggak gampang percaya.  Maka menyaksikan heboh dunia maya itu, saya merasa perlu merunut dan membaca 'sumber langsung' agar mendapat pemahaman jernih, karena lagsung dari pembuat opini -- baik Revolusi Mental yang ditulis Romo Benny dan dimuat di Koran Sindo, maupun yang ditulis Jokowi, dimuat di Harian Kompas. (Silahkan dibaca, tautan saya sertakan pada bagian 'Sumber', di bawah artikel ini).

Ada tiga (3) poin yang menjadi perhatian utama saya.

Pertama, Berita VS Opini; Campur Aduk dan Pencemaran.


Agar berita tetap netral sampai ke tangan pembaca, wartawan penulis berita idealnya tidak memasukkan opini pribadinya atas berita yang ditulisnya.  Berita (news: informasi atas kejadian atau peristiwa) berbeda dengan opini (opinion: ide, pendapat, pikiran).  Berita adalah informasi tentang suatu peristiwa atau kejadian, sedangkan opini adalah pendapat, ide atau pemikiran tentang suatu hal, termasuk tentang peristiwa atau kejadian. 

Berita memang terkadang memuat opini atau pendapat seseorang atas suatu hal atau peristiwa atau kejadian, namun bukan dari penulis berita, melainkan opini dari sumber berita, itupun ‘harus’ dimuat bersama dengan kutipan langsung pendapat dari sumber berita, sehingga pembaca memperoleh berita yang jernih.

Jika berita yang dimuat oleh www.beritaempat.com dalam tautan di atas ‘berhenti sampai di situ’, maksudnya penulis berita – dalam hal ini Ibrahim Ajie -- tidak membuat opini pribadi atas ‘opini’ sumber berita, dalam hal ini Nanik S Deyang , beda lagi dengan berita yang dimuat oleh Voa Islam dalam tautan di atas.  Penulis berita www.voaislam.com dalam tautan di atas – dalam hal ini ‘kebetulan’ juga bernama ibrahim-- menurut pendapat saya sudah mencemari berita dengan ‘beropini’ atas ‘opini’ dari sumber berita.  Menurut analisa saya, hal ini terjadi  karena berita Voa Islam di atas merupakan kumpulan berita, yang bisa saja tidak semuanya berkaitan langsung dengan berita soal polemik Opini berjudul “Revolusi Mental”.

Misalkan pada penggunaan kalimat “ ... Asing dan Aseng”  pada salah satu sub judulnya, saya duga penulisan itu dipengaruhi ‘teori konspirasi’, padahal sebagaimana teori konspirasi pada umumnya, kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara empiris.  Berita-berita bertema teori konspirasi semacam ini cenderung mencampur aduk antara opini, fakta, isu, rumor, dan gosip.  Ketika membaca sampai akhir, saya semakin menduga kuat akan hal itu, sebab berita yang dimuat merupakan susun-gabung dari beberapa berita atau bisa jadi artikel.  Hal itu dapat dilihat dari isi berita, dan sebagaimana jelas tertulis di akhir berita : .[ibrahim/berbagaisumber/voa-islam.com].

Saya merasa kesulitan untuk memilah berita yang dimuat oleh  www.voaislam.com dalam tautan di atas, mana yang berita, mana yang opini.  Misalkan dalam sub judul Fakta Dibalik 'Revolusi Mental' Jokowi, Tokoh Asing dan Aseng, apakah itu masih merupakan sambungan berita tentang bantahan Romo Beni terkait pertanyaan soal plagiarisme (Sub judul Romo Benny Susetyo Bantah Plagiat Jokowi ); tanggapan Joyo Winoto (Mantan kepala BPN) atas polemik Revolusi Mental atau tanggapan Joyo Winoto terkait penguasaan lahan; atau merupakan berita yang terkait dengan pendapat Zaki Mubarak, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah (Sub judul Jokowi Harusnya Revolusi Mental Sendiri Supaya Jujur).

Dalam sub judul Fakta Dibalik 'Revolusi Mental' Jokowi, Tokoh Asing dan Aseng,misalnya, ada kutipan berikut :

“Andai Vicky Prasetyo yang pernah kondang itu boleh ikutan mereka-reka, mungkin dia akan berujar: “Revolusi Mental adalah jalan stabilisasi kemakmuran demi mengatasi labil ekonomi agar tak terjadi kontroversi hati untuk bangsa ini”

Sulit rasanya untuk mengaitkan Seorang Romo Benny Susetyo maupun Seorang Pengamat Politik Zaki Mubarak dengan kutipan pernyataan semacam itu.  Maka saya menduga, pernyataan di atas merupakan opini dari pembuat berita, atau bisa juga pendapat orang lain, sebab dalam susunannya pemisahannya kurang jelas (meskipun ‘dipisahkan’ dengan sub judul yang berbeda) namun  tidak disebutkan jelas itu kutipan siapa, sumbernya dari mana, sehingga pembaca bisa membaca langsung rujukannya.

Jadi menurut pendapat saya ada perbedaan dalam penyampaian berita antara yang dimuat dalam www.voaislam.com dan www.berita empat.com .  yakni kadar kejernihan berita atau kadar pencemaran berita akibat opini penulis beritanya. 


Kedua, Soal Kebenaran ‘Opini’ Sumber Berita.


Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,”

Dari kutipan, saya pribadi menyimpulkan bahwa substansi dari ‘opini’ Nanik S Deyang di atas adalah keragu-raguan atau masih menduga-duga: ‘apa iya Jokowi sekarang (sudah) bisa (dan punya waktu) menulis’ ?!

Soal kecurigaan akan adanya plagiarisme, www.voaislam.com sendiri sudah memuat pernyataan Romo Benny yang membantah hal tersebut, setidaknya bantahan bahwa dirinya tidak memplagiat tul;isan Jokowi, bahwa opininya itu sudah dikirimkan tiga minggu sebelumnya.
"Jangan dikait-kaitkan, jelas subtansi berbeda dalam tulisan saya cenderung sisi pendidikan sementara Jowowi sisi politik," ujar Beny Susetyo pada wartawan usai diskusi Gerakan Dikrit Rakyat Indonesia dengan tema Mencegah Platform Tipu-tipu Capres" kata dia di Warung Dapur Selera Jl Supomo No 45 Tebet Jakarta Selatan, Minggu, (11/5/2014).

Lebih lanjut Romo Beny Susetyo menjelaskan. Menurutnya, tulisan Revolusi Mental yang ia tulisnya sudah dikirim tiga minggu sebelum diterbitkan. "Tulisan saya sudah dikirim tiga minggu sebelumnya, tidak tahu  kok baru keluar Sabtu kemarin dan berbarengan dengan tulisan Jokowi di Kompas," tegas Romo Beny

Dari dua 'sumber langsung', yakni opini Revolusi Mental yang ditulis oleh Romo Benny plagiarisme juga secara tak langsung dibantah oleh Romo Benny,  di sana kita bisa melihat bahwa secara tersurat  tulisannya itu terkait dengan opini-opini almarhum Romo Mangun tentang  pendidikan, sementara opini Revolusi Mental yang ditulis oleh Jokowi, juga secara tersurat mengaitkan tulisannya dengan konsep Trisaskti dari Soekarno tentang politik-ekonomi dan sosial budaya.  Maka ketika Nanik mempertanyakan esensi, menjadi tidak signifikan.


Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.
Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi, dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi. Lantas saya berfikir jadi siapa sebenanya yg mempunyai konsep visi -misi “Revolusi Mental” ini?????….Ah aku masih terhenyak di tempat duduk sambil nyakot bakwan Jagung melihat hal-hal yg makin hari makin aneh…..ra popo…ra mikir…,”

Seperti kita ketahui Bung Karno pernah menggemakan soal Pendidikan Karakter Bangsa, sementara Romo Mangun adalah pemerhati Pendidikan, yang hingga akhir hayatnya rajin menulis opini tentang Pendidikan di berbagai media, khususnya Harian Kompas, aktor dibalik berdirinya Sekolah Mangunan, dan beliau juga seorang Budayawan – penulis novel Burung-burung Manyar.  Keduanya juga sama-sama pejuang di masa Revolusi.  Kita juga tau, antara Budaya dan pendidikan ada benang merah yang tebal.   Lalu kenapa heran jika ada persamaan esensi pada tulisan Jokowi yang terinspirasi dari Trisaktinya Bung karno, dan tulisan Romo Benny yang terinspirasi dari Romo Mangun ?!  

Jika benar Romo Benny adalah Tim sukses Jokowi, saya rasa relasi keduanya dipicu karena  kesamaan visi, dan kecil kemungkinan salah satu pihak men-drive pihak yang lain. 
Mengapa saya berpendapat begitu ?
Selain benang merah ‘bidang perhatian’ antara Romo Mangun - Romo Benny - Bung Karno – Jokowi di atas, saya juga menimbang kapasitas dan integritas keduanya.  Romo Benny yang menulis buku Politik Pendidikan, sejak sebelum Reformasi sudah aktif berdiskusi, bikin aksi, menulis artikel, serta menggembleng para aktivis muda di berbagai tempat di Jawa Timur.  Maka tak heran jika Romo Benny kemudian akrab dengan para tokoh lintas agama, khususnya aktivis muslim dan pemuka Islam, seperti Gus Dur, KH Hasyim Muzadi, KH Ali Maschan Moesa, KH Said Aqil Siradj hingga Ulil Abshar-Abdalla.  Mengenai hal ini, salah satunya dapat dibaca di tulisan pada Maret tahun 2008: Benny Susetyo Pastor Aktivis.

Sementara Jokowi sejauh pengamatan saya, sejak sebagai Walikota selalu blusukan ke akar rumput, berdialog dengan masyarakat, mencari tau permasalahan, kemudian cepat dalam memutuskan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ditemui di lapangan.  Dan ini terjadi setidaknya 1,5 periode kepemimpinannya sebagai Walikota Solo, dan 1,5 tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta.   Rasanya sulit melakukan tidakan konsisten, dalam hal ini setidaknya selama 8 tahun oleh Jokowi melalui blusukannya, dan belasan tahun oleh Romo Benny melalui aktivitasnya di dunia sosial, jika tidak dilandasi visi yang kuat dan jelas.   

Khusus visi mengenai Revolusi Mental -nya Jokowi, saya melihatnya dari keputusan yang diambilnya, misalkan saat berani berbeda pendapat dengan Gubernur Jawa Tengah yang nota bene adalah atasannya, atau saat berani memberikan ‘warning’ kepada world bank.   Sementara secara kampanye, soal Revolusi Mental setidaknya sudah beberapa kali saya baca di dunia maya, terutama dari para Relawan Jokowi beberapa bulan belakangan.  Silahkan dicross-check sendiri.

Bicara soal orijinalitas suatu ide, ketika lebih jauh dirunut siapa mempengaruhi siapa, maka bahkan ide Bung Karno dan Romo Mangun yang dalam hal ini menginspirasi tulisan opini Romo Benny dan Jokowi, juga diinspirasi oleh pemikir-pemikir sebelumnya atau di masa-nya, misalkan saja : Paulo Freire,Karl Marx, Gandhi, dan lain-lain.  Jadi, ketika kita membahas soal Visi -- yang tak dapat dipisahkan dari Nilai dan Prinsip -- rasanya akan bias ketika kita mempertanyakan soal Orijinalitas.

Visi seharusnya memang beyond reality, tapi jika dikaitkan dengan Kepemimpinan, menurut saya visi yang berguna adalah visi yang tidak lari dari realitas, sehingga bisa dibumikan kembali.  Visi yang dapat diharapkan bisa mewujud menjadi perubahan yang relevan dan signifikan, bukan sebatas jargon !

Menimbang hal-hal di atas, sekali lagi rasanya tak perlu heran, apalagi kemudian buru-buru mengaitkan persamaan esensi pada tulisan Jokowi yang terinspirasi dari Trisaktinya Bung karno, dan tulisan Romo Benny yang terinspirasi dari Romo Mangun dengan plagiarisme dan konspirasi.


Ketiga, Bisa jadi itu sebab ‘Persoalan Teknis’.


Ini mengenai berita yang dimuat oleh www.voaislam.com, dan wawancara dengan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak.  Berikut potongan beritanya: 

Tulisan berjudul "Revolusi Mental" yang diterbitkan di kolom opini Harian Kompas pada Sabtu (10/5/2014) lalu, diakui Jokowi bahwa tulisan tersebut bukan hasil karyanya sendiri meski hanya mencantumkan namanya. Kepada wartawan di bandara Sultan Hasanudin, Jokowi mengakui tulisan tersebut merupakan buah karya dirinya dan tim yang ia bentuk.

"Saya kan membuat strukturnya, poin-poinnya, kemudian kita rembuk dalam tim, baru kita buat," katanya.

Mengenai hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, mengatakan seharusnya tidak hanya nama Jokowi yang dicantumkan dalam tulisan tersebut.

"Harusnya penulisnya Jokowi dan tim. Kalau dia mengklaim tulisannya sendiri, itu pelanggaran akademik. Tidak etis. Dia menulis kan bukan gagasannya sendiri. Dia tulis garis besar, yang menulis orang lain," ujar Zaki saat dikonfirmasi, Minggu (11/5/2014).


Dengan mengakui bahwa opini tersebut bukan karyanya 'sendiri', setidaknya bisa disimpulkan tidak ada upaya dari Jokowi untuk membohongi publik.  Tapi persoalannya nama penulis opini yang dimuat di Kompas hanya nama Jokowi.  

Kalau saya menganalisa demikian:
Jokowi adalah seorang gubernur DKI Jakarta yang menghadapi berbagai akumulasi persoalan nan kompleks, sehingga agendanya sangat padat, apalagi ditambah aktivitasnya sebagai Capres.  Maka saya sulit membayangkan seorang Jokowi tak-tik-tak-tik ngetik sendiri opininya.  Lebih masuk akal jika Jokowi memaparkan ide, dan kemuadian ada tim yang mengetik ide tersebut.  Visi adalah ide besar jangka panjang, maka untuk menerjemahkan visi ke dalam artikel, Jokowi sebagai 'pemilik ide' perlu menjelaskan kepada tim yang akan merubah ide itu ke dalam bentuk tulisan.  Sehingga wajar jika kemudian terjadi diskusi antara Jokowi dengan tim penulis yang mengetik artikel opini. 

Ketika sudah selesai, Jokowi bisa jadi masih memeriksa dan meneliti kembali, apakah artikel itu benar, tidak ada kesalahan tulis, dan sebagaimana yang dimaksud oleh Jokowi. Ada proses revisi, hingga hasil akhir sesuai yang dimaksudkan Jokowi. Itu yang dalam bayangan saya, lebih masuk akal terjadi. 

Jika yang saya imajinasikan itu benar, dan dikembalikan ke definisi Opini = ide, pemikiran, pendapat, maka opini Revolusi Mental yang dimuat oleh Kompas secara substansi tidak salah jika dikatakan sebagai Opininya Jokowi.  Masalahnya : kenapa Jokowi (atau Kompas?) tidak mencantumkan -- terlepas sengaja atau tidak -- soal keterlibatan team sebagai pihak yang ikut menulis, mengetik opini ?

Soal hanya nama Jokowi yang dimuat dalam Opini Kompas itu, saya katakan :“Bisa jadi itu terkait Teknis.  Sebab setahu saya, apa yang dikatakan oleh Zaki Mubarak itu, secara teknis tidak bisa dilakukan, karena Kompas tidak akan memuat artikel yang ditulis oleh lebih dari satu orang.  Berikut landasannya :

Dalam “Kriteria Umum Artikel Kompas” poin 7 disebutkan : Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih. Mengapa? Jangan sampai penulis yang satu menjadi lokomotif bagi penulis yang lain.  Silahkan baca selengkapnya di sini : Rahasia Agar Artikel dimuat Kompas, oleh Agusirkham.

Hal ini juga bisa dicrosscheck ke Redaksi Opini Kompas, bagaimana kejadian sebenarnya, termasuk soal apakah mereka tau opini tersebut ditulis Jokowi bersama tim, atau tidak.


Catatan Penutup.

Opini saya yang panjang lebar ini bisa jadi salah total, bisa jadi benar semua, tapi bisa jadi ada salah tapi ada juga benarnya.  Sidatnya masih relatif, belum kesimpulan final, bisa jadi akan berubah ketika informasi sudah menjadi lengkap.  Melalui opini ini, saya hanya mencoba berpikir kritis, mengemukakan kemungkinan-kemungkinan lain.  Mungkin bawaan skeptis tadi ... ha ha.

Saya juga tidak punya tujuan untuk mematahkan opini orang lain, golek menag-menangan, mengobarkan permusuhan, akan tetapi saya punya  tujuan dalam menuliskan artikel ini.  Tujuan saya terkait kapasitas diri sendiri, dalam hal-hal berikut, yang bisa jadi berguna juga buat orang lain, diantaranya :
  • Mengingat kembali tentang 'ragam informasi', bahwa ada macam-macam level informasi sebagaimana saya tulis di atas: dari level data, fakta, opini, hingga sekelas isu, rumor, dan gosip, yang lebih merupakan ilusi.
  • Melatih diri berfikir kritis, membiasakan tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan, sebab informasi yang kita punya belum tentu lengkap dan valid.  Sebisa mungkin membekali diri dengan 'sumber berita langsung', sumber primer, dan menggunakannya untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru diluar kesimpulan mainstream yang sudah ada.
  • Suatu berita, karena berbagai faktor di lapangan, biasanya memiliki keterbatasan, terutama jika dikaitkan dengan kaidah jurnalistik 5W + 1 H.  Maka idealnya pengambilan kesimpulan atau konstruksi opini yang kita bangun barulah bicara soal kemungkinan-kemungkinan, masih bersifat praduga-praduga, masih asumsi, bukan kesimpulan final. Maka melalui penulisan artikel ini, saya melatih kebiasaan dengan cara sengaja memilih penggunaan kata 'bisa jadi', 'bisa saja' dan sejenisnya.  Tujuannya untuk tidak menutup kebenaran yang bisa jadi luput dari perhatian kita.

Demikian tulisan saya mengenai Polemik Revolusi Mental - Jokowi dan Romo Benny, Plagiarisme dan Konspirasi.  Semoga bermanfaat.


Salam hangat,



Thomas Pras, 13 Mei 2014. 03.03 WIB


Sumber:

Lelucon Jokowi & Romo Benny, Siapa Plagiat 'Revolusi Mental' di Kompas & Sindo - See more at: http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2014/05/12/30322/lelucon-jokowi-romo-benny-siapa-plagiat-revolusi-mental-di-kompas-sindo/#sthash.5gkOxczM.dpuf
Plagiarisme Jokowi, siapa nyontek siapa ?
'Tulisan Capres PDIP Joko Widodo berjudul Revolusi Mental yang dimuat di halaman opini Kompas (Hal. 6), Sabtu (10/5/2014), ternyata berujung polemik. Bukan pada materi tulisannya, namun justru pada sisi orisinalitasnya.

Hal ini terungkap dalam postingan di dinding Facebook wartawati senior Nanik S Deyang hari ini.

Nanik mengaku terhenyak lantaran kawannya yang juga Gubernur DKI Jakarta itu sedemikian cepat belajar menulis. 'Jokowi ini yang saya kenal beberapa waktu lalu rasanya saya kok dulu belum pernah lihat dia ngetik di laptop atau kompiuter apalagi sampai begitu panjangnya. Dulu kalau kita rapat program yang mau diomongkan untuk membenahi Jakarta saja dia paling bawa buku kecil terus mencoret-coret pakai tulisan tangan,' tulis Nanik.

Nanik menegaskan dirinya belum pernah lihat Jokowi menulis di laptop atau komputer. 'Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,' bebernya lagi.
Nanik pun lebih kaget lagi ketika dirinya membaca koran Sindo di halaman opini juga (hal. 10). Di situ dia melihat tulisan opini dengan judul yang sama dengan yang ditulis Jokowi di Kompas, yaitu 'Revolusi Mental'. Hanya saja tulisan opini yang di Koran Sindo ditulis oleh Sekretaris Komisi HAK KWI Romo Benny Susetyo.
Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.

'Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi.Lantas saya berfikir jadi siapa sebenarnya yang mempunyai konsep visi -misi 'Revolusi Mental' ini?????'
Romo Benny Susetyo Bantah Plagiat Jokowi
Romo Beny Susetyo akhirnya membantah ada kesamaan dalam tulisan artikelnya yang disebut-sebut plagiat artikel Jokowi. Sebelumnya dua artikel tersebut ramai dibicarakan karena dimuat di dua media koran nasional Kompas dan Sindo dengan judul yang sama yakni "Revolusi Mental" yang diterbitkan pada edisi Sabtu (10/5/2014).

Pendiri Setara Institute itu menulis artikelnya di koran Sindo, sementara Calon Presiden Jokowi menulis artikelnya di koran Kompas. Keduanya menulis dengan Judul yang sama yaitu 'Revolusi Mental'.

Namun hal ini dibantah oleh Romo Beny Susetyo yang menyatakan ada upaya yang mengkait-kaitkan dengan Teori konspirasi.

"Jangan dikait-kaitkan, jelas subtansi berbeda dalam tulisan saya cenderung sisi pendidikan sementara Jowowi sisi politik," ujar Beny Susetyo pada wartawan usai diskusi Gerakan Dikrit Rakyat Indonesia dengan tema Mencegah Platform Tipu-tipu Capres" kata dia di Warung Dapur Selera Jl Supomo No 45 Tebet Jakarta Selatan, Minggu, (11/5/2014).

- See more at: http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2014/05/12/30322/lelucon-jokowi-romo-benny-siapa-plagiat-revolusi-mental-di-kompas-sindo/#sthash.5gkOxczM.dpuf
Read more ...

Merawat Spirit dan Mengasah Passion di Wana Patria dan Pusdakota

 Merawat Spirit dan Mengasah Passion di Wana Patria dan Pusdakota


Siswa SD Siti AMinah sedang mengikuti Pendidikan Lingkungan di Pusdakota.  Sumber: di sini


Belajar ke Wana Patria & Pusdakota


Tahun2007, masih dalam suasana bulan puasa, saya bersama teman-teman satu lembaga sosial yang mendampingi masyarakat petani melakukan kunjungan ke Jawa Timur, tepatnya ke Wahana Bina Patria (Wana Patria), Blitar dan ke Pusdakota - Universitas Surabaya.  Kami didampingi oleh Mas Tanto de Hobo (Eddy Suhermanto - Almarhum), saat itu beliau sedang menjadi Konsultan Lembaga kami, yang kebetulan adiknya adalah Dosen di Universitas Surabaya sekaligus Pimpinan Pusdakota.

Tujuan kami ke sana untuk belajar, baik untuk meningkatkan kapasitas dibidang manajemen organisasi  maupun terkait hal-hal teknis terkait pendampingan masyarakat, dan buat saya pribadi terutama untuk menemukan spirit dalam dunia pendampingan, mengasah passion.  Di sana kami mengenal Teknologi Pengolahan Sampah Rumah Tangga yang bernama : Keranjang Takakura.

Karena ini kisah lama, dan catatan tangan saya acak-acakan, ingatan sudah bercampur lupa, sementara tulisan yang sudah jadi artikel dikomputer ikut tiada karena hardisk dekstop saya tewas, untuk mengurangi kesalahan, informasi yang sifatnya tentang kelembagaan, saya copy saja dari sumbernya langsung, atau sumber-sumber yang saya mengenal dekat dengan lembaga-lembaga tersebut..


Wahana Bina Patria (Wana Patria, Blitar)


Tentang Wana Patria

Wahana Bina Patria atau biasa disingkat Wana Patria terletak di Jl. S.Supriyadi No.19 Kota Blitar.  Lembaga yang terletak di sebelah Makam Bung Karno ini bergerak di bidang lingkungan hidup, dengan 3 (tiga) bidang utama, yaitu :
1.      Pengelolaan Sampah,
2.      Pertanian Organik dan
3.      Peternakan Organik.

Wana Patria  juga melayani pelatihan untuk umum, lembaga pendidikan, ormas, lembaga pemerintah, ataupun pribadi.  Wana Patria merupakan Rumah Belajar Kearifan Lingkungan didirikan oleh Suster-suster Konggregasi SSPS, dengan difasilitasi langsung oleh Mas Cahyo Suryanto, Pimpinan Pusdakota, dan kakaknya: Mas Tanto, guru sekaligus sahabat buat saya.  Lahan di komplek Susteran, dan juga Sekolah TK dan SD di sebelahnya begitu asri.  Di lahan belakang susteran penuh tanaman sayur-mayur, di tata dengan cantik, dihalaman samping kanan ada kebun sayuran yang didesain menggunakan Desain Mandala, mengadopsi bentuk-bentuk alam dan aliran energi di alam. 


Lahan pertanian dengan Desain Mandala, di Wana Patria, Blitar

Di sebelah belakang , ada rumah kompos, tempat pengolahan limbah organik dari pohon-pohon besar sebangsa mahoni, durian, mangga, dll, yang tadinya memenuhi lahan belakang Susteran.  Selain mengolah sampah organik di rumah kompos, para suster juga mengolah sampah dapur dengan Teknologi Keranjang Takakura.

Menurut cerita yang saya dengar saat kunjungan, dulunya  -- sebelum tahun 2005, Saat Wana Patria belum dirintis --  lahan belakang Susteran SSPS penuh dengan pohon-pohon besar yang tidak produktif.  Tanah tidak terawat, sampah dedaunan berserakan.  Menurut cerita Suster Yulia SSPS, saat Wana Patria baru dimulai, lahannya untuk dicangkuli pun sangat sulit, karena tanahnya sangat pejal.  Tapi saat saya ke sana, tanahnya sangat gembur.  Bukan hanya sayur-mayur dataran rendah yang dapat tumbuh subur, tapi tanaman khas dataran tinggi seperti kol, selada dan wortel juga turut menghiasi kebun Wana Patria.  Saya merasakan paparan energi besar, passion kuat yang memancar dari Suster Yulia.  Dugaan saya karena beliau pernah berkarya di Amerika Latin, rumah para aktivis sosial.

Kami juga diajak menengok Sekolah milik Yayasan Suster SSPS di sebelah kiri komplek Susteran.  Di sana saya takjub dengan hijaunya taman-taman kelas – yang terletak di depan masing-masing kelas -- juga pengelolaan sampah oleh anak-anak usia dini.  Memang mereka belum sampai mengolah sampah-sampah organik menjadi kompos (masih dibawa ke rumah kompos Wana Patria), tapi setidaknya kesadaran memilah sampah organik dan an-organik sudah tertanam hingga praktek. 

Jangan-coba-coba buang sampah sembarangan di sana, pasti akan ditegur oleh siswa-siswa kecil, seperti yang pernah dialami oleh beberapa wali murid.  Menurut cerita pihak sekolah, Wali murid itu tidak hanya merasa malu, melainkan sekaligus juga bangga, karena yang menegurnya adalah anaknya sendiri yang masih TK.

Sekolah itu juga menerapkan kebebasan kreatifitas yang lebih di bandingkan sekolah pada umumnya, saya bisa menduga itu saat membaca karya-karya mereka di Majalah Dinding Sekolah.  Ide-ide nya cukup genuine, segar, tak terduga – kemurnian anak-anak yang terjaga.



Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota) – Universitas Surabaya.


Tentang Pusdakota – Universitas Surabaya.

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Analisis Sosial (FORSAS), melakukan analisis sosial terhadap kondisi di perkampungan sekitar kampus, mulai tahun 1999. Proses tersebut, selain mengasah kemampuan intelektual juga membangun kepekaan terhadap konteks riil yang terjadi di masyarakat. Salah satu temuan dari analisis tersebut adalah persoalan banjir yang bermuara pada kesadaran akan pengelolaan sampah. Persoalan sampah ternyata juga berimplikasi pada modal sosial masyarakat, misalkan kekerabatan antar warga yang menurun. Temuan-temuan tersebut memotivasi mereka untuk melakukan perubahan bersama komunitas.

Kesadaran bahwa perguruan tinggi juga memiliki mandat pengabdian masyarakat, maka motivasi melalukan perubahan tadi didorong agar menjadi lebih terorganisir dengan didirikannya sebuah lembaga. PUSDAKOTA dilahirkan dengan harapan menjadi media perjumpaan segala pihak yang dapat menggali potensi-potensi masyarakat, diarahkan pada keberdayaan dan keadilan. PUSDAKOTA lahir lewat SK Rektor Universitas Surabaya No. 598/2000. PUSDAKOTA di bawah naungan Yayasan Universitas Surabaya memiliki sifat otonom, artinya memiliki kemandirian dalam hal manajemen sumber daya manusia, program, jaringan kemitraan, keuangan lembaga, dan manajemen aset.

Program pemberdayaan yang dirintis pertama kali adalah Pengembangan Karakter Anak (PEKA), Program ini menjadi pintu masuk pendekatan pada komunitas Rungkut. Program-program lainnya adalah perpustakaan komunitas, pendampingan pedagang kaki lima, pendampingan kelompok muda-mudi, pendampingan kewirausahaan pada kelompok ibu. Program lainnya yang berdampak besar bagi perubahan di komunitas Rungkut, bahkan bagi masyarakat Surabaya adalah Pengelolaan Lingkungan Terpadu (PELITA). Pengelolaan sampah secara terpadu menjadi salah satu model yang dikembangkan bersama komunitas RT 04 RW XIV Rungkut Lor. 

Kesadaran dan kesediaan warga untuk memilah sampah menjadi teladan bagi gerakan lingkungan di berbagai wilayah. Inovasi terhadap pengelolaan sampah terpadu pun terwujud dengan kolaborasi bersama Techno-Cooperative Association (KITA) pada tahun 2004. Penelitian bersama Koji Takakura & Tetsuya Ishida menciptakan teknologi sederhana untuk pengelolaan sampah skala rumah tangga, dikenal dengan nama Takakura Home Method (THM).

Bidang program dalam Departemen Pemberdayaan Komunitas antara lain :
  1. Bidang Sosial, yang terdiri dari 2 sub bidang, yaitu :
    • PEKA (Pengembangan Karakter Anak)
    • KASIH (Keluarga Sehat Inklusif dan Harmonis)
  2. Bidang Lingkungan, yang terdiri dari 3 sub bidang, yaitu :
    • PELITA (Pengelolaan Lingkungan Terpadu)
    • PERNIK (Pertanian Organik)
    • KESAN (Kesehatan Sanitasi)
  3. Bidang Ekonomi, yang terdiri dari 2 sub bidang, yaitu :
    • KAMI (Keuangan Mikro)
    • WARAS (Kewirausahaan Sosial)
    •  
Bidang program dalam Departemen Literasi dan Publikasi antara lain:
  1. Penelitian, Penerbitan dan Pemediaan, bidang ini memfasilitasi:
    • Pengorganisasian komunitas melalui pendirian radio komunitas. Selain itu produk publikasi lainnya yang dikelola adalah : Majalah Pendopo dan website.
    • Kegiatan lain yang difasilitasi adalah Formasi (Forum Analisis Aksi), Bedah buku, dan Studium Generale.
  2. Perpustakaan Komunitas Pelangi, bidang ini memfasilitasi:
    • Pengorganisasian komunitas melalui Teras Baca.
    • Pendidikan kepustakaan melalui Pustakawan Cilik.
    • Ragam aktivitas yang diselenggarakan bagi anggota Perpustakaan Pelangi.


Teknologi Keranjang Takakura dan Pembangunan Masyarakat.


Pengelolaan sampah Rumah Tangga dengan Teknologi Keranjang Takakura ini menurut asumsi saya setidaknya memiliki dua kelebihan ketika dipakai oleh Pusdakota-Ubaya sebagai ‘wahana’ pendampingan masyarakat.  Pertama sebab sampah di Surabaya mulai menjadi masalah untuk warga, masalah lingkungan yang belum terselesaikan.  Bahkan saat itu, menurut berita di koran yang sempat saya baca, posisi Walikota sempat ‘goyang’ karena persoalan sampah ini.  Kedua, Teknologi Keranjang Takakura ini pas untuk skala keluarga, sehingga menjadi pintu masuk untuk melibatkan warga secara lebih massal, dimana tiap-tiap rumah terlibat dalam mengatasi masalahnya, sesuai prinsip subsidiaritas.

Saya menyimpulkan, berdasarkan penjelasan Pusdakota, dari informasi masyarakat, dan pengamatan saat diajak keliling kampung dampingan Pusdakota, Pendampingan Masyarakat lewat Program Pengelolaan Sampah, khususnya Teknologi Keranjang Takakura oleh Pusdakota setidaknya memiliki tiga (3) dampak nyata :
1.        Permasalahan Sampah di Kampung dampingan berhasil diatasi oleh warga masyarakat.  Filosofi pendampingan yang diterapkan adalah, datang ke masyarakat, menjadi bagian masyarakat, terlibat dan belajar bersama warga.   Warga masyarakat dijadikan aktor utama, menjadi subyek, dan Pusdakota memfasilitasi.
2.        Kampung dampingan menjadi bersih dan asri, hampir semua warga memiliki tanaman di rumahnya, baik berupa tanaman hias, sayuran, atau tanaman obat (apotik hidup ).  Selain itu dinding-dinding tembok di kanan kiri gang-gang di Kampung dicat dengan gambar cantik dan slogan-slogan yang bagus.
3.        Dengan filosofi pendampingan di atas, Pusdakota juga berhasil merangkul anak-anak muda, yang sebagian tadinya senang tawuran, atau kadang minum minuman keras, mabuk – kenakalan khas anak muda -- setelah disentuh hatinya, kemudian berbalik menjadi aktivis yang turut menggerakkan warga masyarakat di lingkungannya.




Pemandangan Asri di Kampung Dampingan Pusdakota



Saat ini Pusdakota bersama warga dampingan memiliki produk :
·         Kompos dan Komposter
·         Pangan Organik, meliputi: beras putih, beras merah, ketan hitam; kedelai, kacang hijau, aneka sayuran organik, serta ikan dengan budidaya organik
·         Jamu instan dan manisan jamu.


Dalam kunjungan ke Wana Patria Blitar, dan Pusdakota Surabaya 7 tahun lalu itu saya menemukan praktek yang sarat nilai, menginspirasi dan membangkitkan minat saya terhadap pertanian dan lingkungan.  Dua hal yang saya dapatkan dalam kunjungan belajar singkat kali ini adalah saya merasa menemukan suntikan spirit baru dengan menyaksikan langsung bagaimana pendampingan masyarakat yang dilandasi passion bisa membawa perubahan luar biasa di masyarakat.  

Sampah yang tadinya merupakan masalah bagi warga masyarakat, berhasil disulap menjadi media untuk membangun modal sosial.


Demikian cerita tentang Merawat Spirit dan Mengasah Passion di Wana Patria dan Pusdakota, semoga bermanfaat.

Sampai bertemu di tulisan selanjutnya tentang : KeranjangTakakura, Solusi Problem Sampah Rumah Tangga.


Salam Hangat,



Thomas Pras, 11 Mei 2014.


Sumber:
1.      Catatan Kunjungan Belajar ke Wana Patria dan Pusdakota Ubaya.
2.      Blog Wana Patria  
3.      Office Pusdakota  

4.      Green Savitri  
Read more ...

Kopi, Kretek dan Keranjang Takakura

Kopi, Kretek dan Keranjang Takakura


 Kiri: Kopi, Kanan: Keranjang Takakura, kalau Kreteknya lagi diudud


Ada apa dengan Kopi, Kretek & Keranjang Takakura ?


Mungkin Sobat sekalian heran dengan judul di atas, 
Apa coba hubungan Kopi, Kretek dan Keranjang Takakura ?!  ... maksa banget !

Ceritanya begini,
Kemarin, Sabtu pagi, 10 Mei 2014, ada SMS masuk, 
Bunyinya: “kapan mau nglepus ro ngopi Mas? Aku di rumah hari ini.
SMS dari seorang senior.

Tentu saya merasa senang dapat undangan ngopi dan diskusi, dari seorang teman.  Sekilas kami punya kesamaan, sesama penyuka tema sosiologi, pengorganisasian, spiritualitas-praksis, dan yang jelas sama-sama doyan ngebul ... ha ha.

Teman ini juga cukup aktif melibatkan diri dalam pendampingan anak-muda.  Selain untuk ngobrol campur diskusi, juga dalam rangka mengambil sample kopi produksi teman tadi, untuk saya pasarkan -- kebetulan ada teman lain di luar kota yang buka kedai kopi dan meminta sampel. 

Kopi Lampung Asli yang Mantab rasanya 


Akhirnya kami sepakat ketemuan sore.  
Sekitar pukul 4 sore, saya meluncur ke rumahnya.  Suasana habis hujan nan sejuk, menambah pas ritual ngopi dan nglepus, batin saya di perjalanan, ha ha.

Ngobrol tanpa kopi, rasanya akan hambar. Jadi kalau Sobat sekalian butuh Kopi Lampung, silahkan pesan lewat saya ...  Ha ha  :) 
Silahkan tengok-tengok dulu Produk Kopi 100 % Kopi Lampung Asli di sini : elora kopi.

Kami langsung ngobrol panjang lebar, salah satunya diskusi mengenai pendampingan anak-muda, dan persoalan sampah di lingkungannya yang sempat dibahas bersama warga, tapi belum ada keputusan bagaimana solusinya.

Maka saya cerita dengan kunjungan belajar ke Blitar dan Surabaya  tahun 2007 lalu, saat pertama kali kenal dengan teknologi pengolahan sampah skala Rumah Tangga bernama: Keranjang Takakura.  Teknologi sederhana membuat kompos.

Singkat kata, akhirnya kami sepakat belajar bareng, praktik mengelola sampah rumah tangga masing-masing, dan kemudian menularkannya ke anak-anak muda, untuk mengatasi persoalan sampah dilingkungannya.  Bahkan teman tadi menyediakan lahan tanah yang letaknya tak jauh dari rumahnya untuk lahan percobaan praktek, semacam demplot.  Nemu !


Selama ini saya mengolah sampah rumah tangga dengan cara menimbun saja, sebab tempat saya tinggal bisa dibilang masih kebun.  Buat lubang, masukkan sampah rumah tangga dan sampah organik dari kebun, siram EM bikinan sendiri, timbun lagi.  Sebulan kemudian bisa di panen.  Selain itu, saya juga sudah cukup lama fakum dari pendampingan yang intens dan tuntas.  Jadi seperti nemu obat kangen ... 

Lewat obrolan tadi, saya merasa menemukan wahana untuk menduplikasi apa yang dilakukan Pusdakota dalam mendampingi masyarakat Rungkut Lor dalam mengelola lingkungannya, juga mempraktekkan Desain Mandala seperti di Wana Patria.

Maka mumpung hari minggu, saya buka-buka lagi artikel-artikel terkait Keranjang Takakura dan Mandala, berhubung file saya ikut amblas bersama jebolnya hardisk dekstop lama.  Setelah setengah hari, akhirnya jadilah dua artikel ini :


Selamat menikmati ...


Salam Hangat,




Thomas Pras, 11 Mei 2014.
Read more ...